Jumat, 24 Januari 2014

Pengertian, Fungsi dan Peranan PERS





       I.            PENGERTIAN PERS

1.       Wilbur Schramm, dkk dalam bukunya “Four Theories of the Press” mengemukakan 4 teori terbesar dari pers, yaitu the authoritarian, the libertarian, the social responsibility, dan the soviet communist theory. Keempat teori tersebut mengacu pada satu pengertian pers sebagai pengamat, guru dan forum yang menyampaikan pandangannya tentang banyak hal yang mengemuka di tengah-tengah masyarakat.

2.        Menurut Bapak Pers Nasional, Raden Mas Djokomono, Pers adalah yang membentuk pendapat umum melalui tulisan dalam surat kabar. Pendapatnya ini yang membakar semangat para pejuang dalam memperjuangkan hak-hak bangsa indonesia pada masa penjajahan belanda.

3.       Pengertian pers menurut Prof. Oemar Seno Adji dibagi atas dua macam, yaitu:

1)      Pers dalam arti sempit
Yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kat tertulis

2)       Pers dalam arti luas
Yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.

4.       Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas.



    II.            TEORI PERS

1.      Teori Pers Otoritarian
Muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans, segera setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam masyarakat seperti itu, kebenaran dianggap bukanlah hasil dari masa rakyat, tetapi dari sekelompok kecil orang –orang bijak yang berkedudukan membimbing dan mengarahkan pengikut-pengikut mereka. Jadi kebenaran dianggap harus diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan. Dengan demikian pers difungsikan dari atas ke bawah.

2.      Teori Pers Libertarian
Teori ini memutarbalikkan posisi manusia dan Negara sebagaimana yang dianggap oleh teori Otoritarian. Manusia tidak lagi dianggap sebagai mahluk berakal yang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, antara alternative yang lebih baik dengan yang lebih buruk, jika dihadapkan pada bukti-bukti yang bertentangan dengan pilihan-pilihan alternative. Kebenaran tidak lagi dianggap sebagai milik penguasa. Melainkan, hak mencari kebenaran adalah salah satu hak asasi manusia. Pers dianggap sebagai mitra dalam mencari kebenaran.

3.      Teori Pers Tanggungjawab Sosial
Teori ini diberlakukan sedemikian rupa oleh beberapa sebagian pers. Teori Tanggungjawab social punya asumsi utama : bahwa kebebasan, mengandung didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan; dan pers yang telah menikmati kedudukan terhormat dalam pemerintahan Amerika Serikat, harus bertanggungjawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam masyarakat modern.

4.      Teori Pers Soviet Komunis
Dalam teori Soviet, kekuasaan itu bersifat sosial, berada di orang-orang, sembunyi di lembaga-lembaga sosial dan dipancarkan dalam tindakan-tindakan masyarakat.Kekuasaan itu mencapai puncaknya (a) jika digabungkan dengan semberdaya alam dan kemudahan produksi dan distribusi , dan (b) jika ia diorganisir dan diarahkan



 III.            SISTEM PERS DIBERBAGAI NEGARA

1.      Sistem Pers di Negara Barat (USA):

ü  Menganut falsafah liberalism

ü     Pers punya kebebasan bergerak

ü    Tidak berorientasi pada politik pemerintah



2.      Sistem Pers Komunis (Rusia):

ü  Dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah

ü    Tidak ada kepemilikan pribadi atau swasta

ü    Mencapai tujuan kekuasaan pemerintah untuk propaganda dan agitasi

ü  Ada lembaga sensor yang disebut Glavit

ü  Tugas Glavit adalah untuk mengawasi bahan pers, mengamankan politik ideologis dan keamanan penguasa



3.      Sistem Pers di beberapa Negara Berkembang: (contohnya indonesia)

ü  Umumnya mengikuti pers bekas Negara penjajah

ü  Masih mencari identitas sehingga masih stabil

ü   Dituntut berperan sebagai “agent of social change” dan punya tanggung jawab atas pembangunan

ü  Menganut system pers tanggung jawab sosial

ü   Mengalami masalah di bidang komunikasi

ü   Mengalami tendensi perpaduan system-sistem yang ada

 IV.            SIFAT FUNGSI DAN PERANAN PERS

Ideologi atau falsafah yang dianut setiap negara akan berpengaruh terhadap sifat pers yang ada di negara tersebut. Oleh sebab itu, sifat pers antara satu negara dengan negara lainnya tidak sama. Hingga sekarang paling tidak terdapat 6 (enam) sifat pers yang penerapannya berbeda. Keenam sifat pers itu adalah:




No


Sifat Pers


Uraian/Keterangan


Contoh Negara




1.


Liberal Democration Press (Pers Demokrasi Liberal)


Kebebasan pers dipersepsikan sebagai kebebasan yang tanpa batas. Artinya, kritik dan komentar pers dapat dilakukan kepada siapa saja, termasuk kepada kepala negara sekalipun. Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon misalnya, tumbang setelah dihujat habis-habisan pers AS karena skandal "watergate-nya".


Amerika Serikat, Inggris & negara-negara Eropa.




2.


Communist Press (Pers Komunis)


Terbentuk karena latar belakang pemerintahan negaranya yamg menitikberatkan pada kekuasaan tunggal Partai Komunis. Dengan demikian, suara pers harus sama dengan suara partai komunis yang berkuasa dan wartawannya adalah orang-orang yang setia kepada partai komunis. Pers komunis umumnya berada di negara-negara sosialis yang menganut ideologi komunis atau marxisme.


Rusia, Cina, Kuba, Korea Utara, dan lain-lain.




3.


Authoritarian Press (Pers Otoriter)


Terlahir dari negara penganut politik fasis, di mana pemerintah berkuasa secara mutlak. Pers otoriter terjadi pada saat pemerintahan Nazi Jerman (1936-1945) yang sangat terkenal kekejamannya. Pers dilarang melakukan kritik dan kontrol kepada pemerintah. Pers hanya untuk kepentingan penguasa.


Jerman (di masa Adolf Hitler) dan Italia (di masa Musolini)




4.


Freedom and Responsibility Press (Pers Bebas dan Bertanggung jawab)


Istilah ini semula merupakan slogan dari negara­negara Barat, yang menginginkan kebebasan pers harus dipertanggungjawabkan kepada kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi, karena negara-negara tersebut masing-masing mempunyai pandangan berbeda terhadap pengertian bebas. Maka kebebasan pers di setiap negara menjadi berbeda pula, tergantung pada bobot yang dianut oleh masing-masing negara.






5.


Development Press (Pers Pembangunan)


Dimunculkan oleh para jurnalis dari negara-negara yang sedang berkembang (developing countries) dengan alasan karena sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Namun, masing-masing negara tersebut memiliki arah dan tujuan pembangunan yang berbeda. Untuk menyamakan pandangan terhadap pers pembangunan, Wilbur Schramm memberikan batasan sebagai berikut.

a. Pers harus dapat menciptakan iklim pembangunan di negaranya.

b. Pers harus mampu mengarahkan perhatian masyarakat dari kebiasaan lama menjadi perilaku yang lebih maju lagi.

c. Pers harus mampu memperluas pandangan (cakrawala)

bagi masyarakatnya.

d. Pers harus dapat meningkatkan aspirasi dan mendorong masyarakat berpola pikir ke arah kehidupan yang lebih baik lagi.

e. Pers harus bisa memperlebar tukar pikiran (diskusi) dan

kebijakan (policy).

f. Pers harus mampu menetapkan norma sosial.

g. Pers harus mampu membantu secara substansial dari semua jenis kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.


Indonesia dan negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin.




6.


Five Foundation Press (Pers Pancasila)


Dilahirkan oleh bangsa lndonesia karena falsafah negaranya adalah Pancasila. Sampai sekarang belum ditemukan definsi yang tepat. Beberapa tokoh pers memperkirakan bahwa sifat pers Pancasila itu adalah pers yang melihat segala sesuatu secara proporsional. Pers Pancasila mencari keseimbangan dalam berita atau tulisannya demi kepentingan dan kemaslahatan semua pihak sesuai dengan konsensus demokrasi Pancasila.


Indonesia




b. Misi dan fungsi pers

Pers sesungguhnya lebih dikenal sebagai lembaga kemasyarakatan (social institution). Sebagai lembaga sosial, pers mempengaruhi pola pikir dan kehidupan masyarakat, tetapi sebaliknya masyarakat juga berpengaruh terhadap pers. Pers dapat mempengaruhi masyarakat karena ia sebagai komunikator massa. Pers berusaha menyampaikan informasi dengan sesuatu yang baru karena masyarakat sebagai konsumen pers sangat selektif dalam memilih informasi.

Pers sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyebaran informasi mempunyai misi sebagai berikut:

  1. Ikut mencerdaskan masyarakat,
  2. Menegakkan keadilan,
  3. Memberantas kebatilan.

Sesuai dengan Undang­Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada pasal 3 antara lain disebutkan pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, dan dapat juga sebagai lembaga ekonomi.

Dalam tulisan Kusman Hidayat yang berjudul "Dasar-dasar Jurnalistik/Pers" dinyatakan bahwa Pers mempunyai 4 (empat) fungsi sebagai berikut:

1) Fungsi pendidik, yaitu karya-karya cetaknya dengan segala isi, baik langsung ataupun tidak langsung dengan sifat keterbukaannya, membantu masyarakat meningkatkan budayanya. Segala peristiwa yang dimuat pers menolong masyarakat untuk menilai sendiri ihwal yang dijadikan teladan bagi kehidupannya. Rubrik-rubrik khusus, seperti ruang kebudayaan atau ruang ilmu pengetahuan dapat menambah pengetahuan masyarakat.

2) Fungsi penghubung, dengan ciri universalitasnya, pers merupakan sarana lalu-lintas hubungan antarmanusia. Melalui pers, lembaga-Iembaga kemasyarakatan berusaha untuk menumbuhkan kontak antarmanusia sehingga tercipta saling pengertian dan saling tukar pandangan bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia.

3) Fungsi pembentuk pendapat umum, rubrik-rubrik dan kolom-kolom tertentu seperti tajuk rencana, pikiran pembaca, pojok, dan lain-lain merupakan ruang untuk memberikan pandangan atau pikiran kepada khalayak pembaca.

4) Fungsi kontrol, dengan fungsi ini pers berusaha melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap masyarakat tentang tingkah laku yang benar atau tingkah laku yang tidak dikehendaki oleh khalayak.

   V.            PERKEMBANGAN PERS DIINDONESIA

1)      Pers di Era Kolonial (tahun 1744 sampai awal abad 19)
Era kolonial memiliki batasan hingga akhir abad 19. Pada mulanya pemerintahan kolonial Belanda menerbitkan surat kabar berbahsa belanda kemudian masyarakat Indo Raya dan Cian juga menerbitkan suratkabar dalam bahasa Belanda, Cina dan bahasa daerah.
Dalam era ini dapat diketahui bahwa Bataviasche Nuvelles en politique Raisonnementen yang terbit pada Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) merupakan surat kabar pertama di Indonesia. Namun pada Juni 1776 surat kabar ini dibredel. Sampai pertengahan abad 19, setidaknya ada 30 surat kabar yang dterbitkan dalam bahasa Belanda, 27 suratkabar berbahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa.

2)      Pers di masa Penjajahan Jepang (1942 - 1945)
Era ini berlangsung dari 1942 hingga 1945. orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers.
Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara.
Selama masa ini, terbit beberapa media (harian), yaitu: Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya, Tjahaya di Bandung

3)      Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin (1957 - 1965)
Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut HUT Proklamasi Kemerdckaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.

4)      4. Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde lama
Awal masa kepemimpinan pemerintahan Orde Baru bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan mengganti demokrasi Pancasila. Pernyataan ini membuat semua tokoh bangsa Indonesia menyambut dengan antusias sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.
Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang pers pancasila. Dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkab lakunya didasarkan nilai-nilai pancasila dan UUD’45 Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. Kemesraan ini hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti zaman Orde Lama).

5)       Pers di masa pasca Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat izin terbit.
Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).
Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.


0 komentar:

Posting Komentar